Menghidupkan Kembali semangat Mengajar

Oleh Ali Maksum

Ada hal menarik ketika penulis mengikuti guru penggerak Angkatan 4. Ada sebuah jargon yang sampai sekarang masih terpatri dalam ingatan saya dan sesekali menuntun dan menjadi pengingat dalam mengajar. Jargon tersebut berbunyi, “Belajar tanpa refleksi adalah sia-sia dan refelski tanpa bealajar adalah berbahaya”.

Istilah refleksi saya kenal ketika mengikuti program Guru Penggerak. Kebiasaan tersebut dilakukan terus menerus dari lokakarya satu sampai terakhir. Tidak hanya lokakarya namun juga disetiap pertemuan program guru penggerak selalu ada refleksi. Kebiasaan ini terbawa sampai kedalam kehidupan nyata, bahkan tidak hanya dalam ranah pembelajaran. Ditingkat keluarga, cara berkomunikasi dengan anak ketika ngobrol santai membicarakan sekolah slelau saya masukkan pertanyaan-pertanyaan refleksi yang saya sematkan dalam komunikasi tersebut.

Ketika tulisan ini dibuat adalah pada saat tahun ajaran 2024/2025 akan berakhir bahkan 2 hari lagi akan pembagian raport. Jika direfleksi satu tahun belakangan akan saya temukan banyak sekali cerita yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi diri saya sendiri dan mungkin menarik jika dibaca oleh orang lain.

Banyak sekali tantangan yang harus saya selesaikan dan hadapi baik dari eksternal maupun internal. Bahkan ditahun ajaran ini di satu titik saya menemukan kekecewaan yang begitu besar sehingga dapat mengubah pandangan saya untuk tidak lagi memberikan kontribusi positif. Namun saya tidak akan bercerita tentang hal tersebut karena lebih keperluan pribadi meskipun berangkat dari tempat bekerja.

Dari sisi pembelajaran sedari awal saya sudah merencanakan pembelajaran dan menerapkan ilmu-ilmu guru penggerak yang sudah saya dapatkan beberapa tahun lalu seperti pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan materi lain yang sangat menarik untuk diimplementasikan namun tantangan begitu banyak sehingga beberapa hal tidak terealisasi seperti tidak ada waktu lagi untuk membuat media pembelajaran offline yang sebelumnya saya sudah buat. Membuat inovasi pembelajaran yang saya targetkan ada lebih dari tiga namun hanya terlaksana dua inovasi dan lain sebagainya. Di tahun ini juga saya diberikan kesempatan menjadi Pengajar Praktik (PP) Kemdikbudristek yang mau tidak mau juga memakan waktu, pikiran dan tenaga yang juga mempengaruhi inovasi yang sempat tertunda. Tantangan yang menarik juga berangkat dari siswa sendiri yang mungkin juga tidak patut saya keluhkan namun perlu solusi lebih lanjut untuk menemukan jalan keluarnya.

 Ada banyak hal menarik yang saya temukan selama satu tahum ajaran. Berangkat dari kasus siswa yang malas belajar, tidak respect kepad apembelajaran guru, orang tua yang tidak memperhatikan anaknya sehingga berpengaruh pada pembelajaran saya sematkan pada narasi pada sisi menarik ini. Singkat cerita ada salh satu anak yang slelau membuat alas an untuk tidak masuk, selalu terlambat bahkan jarang mengerjalan tugas. Sebagai seorang guru secara normal mungkin saya akan marah namuan saya renungkan Kembali, jika saya marah saya egosi karen amemakas anaka Agar taat kepada guru. Saya sempat merenung abagiamna caranya agar anak dari sisi intrisnik dia seniri untuk menyadari bahwa apa yang dia pebuat kurang tepat dan mengganggu masa depannya. Dalam renungan itu saya menemukan sebuah kalimat yang membuta saya lebih cooling down kalimat itu berbunyi, “Tidak mungkin anak kecil secara sengaja untuk tidak taat kepada guru mungkin dia sendiri juga sedang berjuang untuk mengubah dirinya agar lebih baik”. Dari kalimat itu saya lebih merasa untuk berbuat lebih baik dan mendampingi anak tersebut karena mungkin saja dia tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan positif sehingga perilakunya yang negative akan selalu berulang.

Dari sisi pembelajaran ada beberapa novasi yang saya jalankan seperti pembelajaran yang berkolaborasi dengan orang tua dengan perangkat teknologi, memanfaatkan ruang podcast untuk pembelajaran bahasa Inggris, menciptakan beberapa permainan yang membuat anak-anak tidak jenuh lama belajar dan beberapa inovasi lain yang membuat anak lebih fun dan belajar lebih mendalam. Sebenarnya sebelum digulirkan pembelajatran mendalam, saya termasuk dari sekian banyak guru yang sudah mencobanya namun mungkin istilah ini belum dikenal. Seperti halnya pembelajaran  aplikatif yang saya desain kolanborasi dengan orang tua. Biasanya untuk mengolah speaking skill dalam Pelajaran bahasa Inggris anak-anak hanya disuruh maju kedepan satu persatu dan selesai. Konsep ini juga saya alami ketika saya masih di Sekolah Dasar (SD) bayangkan sudah tua sekali metodenya. Namun di era digital yang juga sekolah paramount sendiri menyediakan fasilitas, konsep say aubah dengan cara speaking saya tempatkan di ruang pocast dan mereka secara berklompok dan bekolaboratif melakukan spkeaing secara kelompok dan berpodcast ria. Ide dan kelompok dibentuk oleh mereka sendiri, dialognya mereka konsep juga dan akhirnya mereka sangat menikmati pembeljaran tersebut. Konsep ini saya dapatkan ketika ikut Pendidikan guru penggerak yaitu pembeljaran berdiferensiasi. Tidak hanya sampai disitu saya dan anak-anak juga berkolaborasi dengan orang tua dengan cara merek amenceritakan hewan peliharaan yang ada dirumah, sambil dibawa hewannya dan orang tua bertugas merekam atau boleh juga menjadi koreogreafer. Ini sebenaranya menjalankan konsep trisentra Pendidikan yaitu pendidikan adalah tanggung jawab orang tua, sekolah dan juga Masyarakat.

Kedepan saya akan lebih menggali inovasi-inovasi terbaru seperti lebih melibatkan ekosistem sekolah dalam pembelajaran. Hal ini juga turut membantu mempromosikan sekolah dan juga fasilitasnya. Banyak eksoistem sekolah yang belum dilibatkan dalam pembelahjaran sehingga harus terus digali agar pembelajaran lebih maksimal. Terutama dalam hal ini adalah melatih bagaimana bahasa Inggris diimplementasikan dalam komunikasi sehari-hari. Harapnnya dengan adanya refleksi yang saya lakukan dapat menjadi bahan evaluasi saya sebagai seorang guru dan juga menjadi bahan rujukan bagi siapapun untuk berbuat lebih kepada peserfta didik. Seorang dokter yang salah diagnosa mungkin akibat fatalnya hanya berakibat fisik. Namun jika seorang guru salah diagnose maka akibatnya akan seumur hidup. Terim kasih.

Tulis Komentar

Komentar Terbaru

Erni Sutrasari User
13 Jun 2025, 18:47

Pembelajaran tidak hanya melibatkan peserta didik dan pendidik namun kolaborasi dengan orangtua juga memiliki peran sehingga pembejaran bisa selaras baik di sekolah maupun dirumah. Penekan Ego dan memposisikan diri sebagai tenaga professional tidaklah mudah. Terimakasih Sr Ali atas upaya yang dilakukan selama ini, tetap semangat dalam membersamai peserta didik dan dunia pendidikan